Menonton pertandingan sepakbola, atau
pertandingan apa pun, Anda tentu akan melihat sejumlah pelanggaran yang
tidak diberi hukuman. Sudah menjadi rahasia umum dia setiap liga, ada
sebuah peraturan tidak tertulis yang berbunyi: secara umum diterima
bahwan sentuhan sedikit saja kepada kiper menghasilkan tendangan bebas
untuk tim bertahan. Tapi bagi seorang penyerang, tidak cukup hanya
dengan sentuhan di area terlarang yang menghasilkan tendangan penalti:
selalu memerlukan lebih dari sekadar pelanggaran, untuk membuat sebuah
keputusan yang dapat mengubah permainan.
Menurut pandangan Clark Whitney dari GOAL.com,
hal berbeda terjadi di laga krusial antara Barcelona yang menjamu AC
Milan di perempat-final leg kedua Liga Champions di Camp Nou, Selasa
(3/4) malam.
Wasit Bjorn Kuipers bertindak "menyimpang" dari
kode yang biasa dimainkan pesepakbola setiap pekan, di mana dia
memberikan penalti kedua kepada Blaugrana yang dianggap
kontroversi. Bagaimana kejadiannya? Alessandro Nesta menarik kaus Sergio
Busquets saat sepak pojok dilakukan tim tuan rumah.
Kontak
tersebut terjadi tidak berdekatan dengan bola dan bisa diasumsikan
Busquets tidak memiliki peluang memberikan dampak dalam sepak pojok
tersebut tersebut. Di saat bersamaan, Carles Puyol juga bergerak ke
depan Nesta, menciptakan kontak yang seharusnya bisa berbuah pelanggaran
untuk Blaugrana.
Tapi, apakah Puyol bersalah atas
kontak tersebut atau Busquets memiliki peluang menjangkau bola keduanya
tidak relevan. Terkait dengan keputusan ini terdapat beberapa kebenaran
yang tidak dapat dibantah pemirsa sepakbola di seluruh dunia.
Pertama,
menarik kaus di dalam kotak penalti biasa terjadi di hampir setiap
sepak pojok di setiap pertandingan. Dan di seluruh liga Eropa, kejadian
seperti itu mendapat hukuman mungkin hanya beberapa kali dalam satu
musim.
Kedua, menarik kaus, berdasarkan peraturan pertandingan
adalah sebuah pelanggaran. Dan jika itu dilakukan di luar kotak penalti,
sulit menyangkal insiden seperti yang melibatkan Nesta dan Busquets
akan membuahkan tendangan bebas.
Tapi pada akhirnya, dan yang
terpenting, sepakbola di seluruh dunia -tanpa memperhatikan fans mana-
harus sepakat, bahwa peraturan pertandingan harus ditegakkan. Menarik
kaus, berdasarkan peraturan, adalah sebuah tindakan ofensif dengan
pelanggaran.
Tapi, sama seperti hukum publik, peraturan
sepakbola adalah sebuah petunjuk yang hanya diberikan atas hasil
keputusan sebelumnya. Dengan ribuan tendangan sudut di mana sering
terjadi penarikan kaus tapi tidak ada penalti yang diberikan, maka Milan
dan fans mereka bisa merasa menjadi korban. Kebenaran yang tidak
mengenakkan dalam sepakbola adalah wasit didorong membuat vonis secara
instan. Dan salam sepakbola, tidak ada banding untuk kejadian seperti
itu.
Pertandingan
ini bukan soal pemain di lapangan. Ini memalukan. Saya tak percaya dia
menunjuk penalti ketika bola tidak dimainkan. Sepertinya Uefa ingin dua
tim tertentu di final Liga Champions. Sekarang saya mengerti bagaimana
perasaan Jose Mourinho setiap kali datang ke Camp Nou
- Zlatan Ibrahimovic
|
|
Ada tempat dan waktu di mana bisa membuat perubahan agar peraturan
ditegakkan. Tapi, bukan saat perempat-final Liga Champions, terutama di
sebuah pertandingan di mana satu gol saja bisa memutuskan hasil akhir
dari dua laga. Hanya beberapa menit sebelum turun minum, Milan unggul
gol tandang berkat kedudukan 1-1, dan meski Barcelona masih menjadi
favorit di 45 menit laga sisa, hadiah penalti yang dikonversi dengan
baik oleh Lionel Messi menjadi pukulan yang mengubah momentum
pertandingan.
Jika Uefa berharap mengubah aplikasi peraturan
pertandingan, satu-satunya cara yang layak dan bertanggung jawab adalah
membuat pengumuman resmi sebelum kompetisi dimulai. Para pemain berhak
mengetahui bagaimana mereka akan dianalisis.
Keputusan Kuipers
ini menjadi bayangan suram di tengah laga terbesar pekan ini. Milan
memiliki hak untuk memprotes keputusan tersebut. Bahkan Zlatan
Ibrahimovic berkoar: "Pertandingan ini bukan soal pemain di lapangan.
Ini memalukan. Saya tak percaya dia menunjuk penalti ketika bola tidak
dimainkan. Sepertinya Uefa ingin dua tim tertentu di final Liga
Champions. Sekarang saya paham bagaimana persaan Jose Morinho setiap
kali dia datang ke Camp Nou."
Sementara itu, harus diakui
Barcelona tampil bagus andai tidak dirusak dengan tudingan konspirasi
dan keberuntungan. Sayang, meski mencapai rekor lima kali semi-final
secara beruntun, seluruh komentar usai pertandingan tidak jauh-jauh dari
soal penalti yang melibatkan Nesta.
Bagi fans, hadiah penalti
yang diberikan Kuipers sebuah tragedi. Karena, apakah mereka pro-Milan,
pro-Barca atau netral, penonton jadi melupakan esensi dari apa yang
seharusnya menjadi sejarah.